Perdagangan manusia bisa terjadi pada siapa saja dan di mana saja. Di Asia Tenggara, dampak negatifnya meluas hingga ke pelbagai segi kehidupan warga.
Kemerosotan ekonomi di seluruh wilayah sebagai akibat dari pandemi COVID-19, ditambah peningkatan aktivitas berbasis daring, telah menempatkan lebih banyak orang pada risiko direkrut ke dalam pekerjaan palsu atau menyesatkan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan kejahatan perdagangan manusia harus diberantas tuntas dari hulu sampai ke hilir. Memegang keketuaan ASEAN tahun ini, Jokowi menyatakan Indonesia akan mengusung isu pemberantasan perdagangan manusia.
Pernyataan tersebut terealisasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Manggarai Barat pada 6-11 Mei 2023.
“Saya tegaskan kejahatan perdagangan manusia harus diberantas tuntas dari hulunya sampai ke hilir. Saya ulangi, harus diberantas tuntas sehingga dalam KTT nanti akan diadopsi dokumen kerja sama penanggulangan perdagangan orang akibat penyalahgunaan teknologi,” kata Presiden Jokowi pada 8 Mei silam.
Pengadopsian dokumen, salah satunya tentang penempatan dan pelindungan nelayan migran, akhirnya disepakati pada 10 Mei.
Meskipun tidak mengikat secara hukum (non-binding), deklarasi ini akan mendorong masuknya agenda pelindungan AKP migran dalam kebijakan dan mekanisme kerja sama ASEAN dan negara-negara anggota ASEAN terkait migrasi dan hak asasi manusia.
Deklarasi ini merupakan langkah awal bagi ASEAN untuk meningkatkan kerja sama antar negara-negara anggotanya untuk memperkuat pelindungan AKP migran asal ASEAN.
Kerja sama yang perlu diprioritaskan terkait (i) pengawasan dan penegakan hukum, (ii) pertukaran 1 informasi terkait kasus-kasus AKP migran, termasuk kasus perdagangan manusia, dengan mempertimbangkan aspek privasi, (iii) penetapan standar kerja yang layak (decent work) di kapal ikan dan kesehatan dan keselamatan kerja di kapal ikan, (iv) akses terhadap keadilan, termasuk pemulihan hak bagi AKP migran, (v) repatriasi dan reintegrasi AKP migran, serta (vi) sertifikasi dan pengakuan atas kemampuan (skills) AKP migran.
Lebih jauh, Presiden menjelaskan urgensi pembahasan soal perdagangan manusia adalah karena rakyat ASEAN merupakan korbannya dan sebagian besarnya merupakan warga negara Indonesia (WNI). Mereka umumnya terkena penipuan secara daring atau online scams.
“Ini penting dan sengaja saya usulkan karena korbannya adalah rakyat ASEAN dan sebagian besar adalah WNI kita,” imbuhnya.
IOJI turut berpartisipasi dalam memastikan pengadopsian ASEAN Declaration on the Protection of Migrant Fishers, yang
mencakup aspek-aspek pelindungan yang direkomendasikan dalam kegiatan MultiStakeholder Consultation Workshop di Bali pada 16-17 Maret 2023.
Program Manager for Maritime Security and Access to Justice IOJI, Jeremia Humolong Prasetya memaparkan beberapa kompleksitas hukum yang membuat awak kapal perikanan (AKP) migran dari dan/atau di ASEAN rentan terhadap eksploitasi.
Kompleksitas itu di antaranya (1) Rendahnya transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan tanggung jawab negara bendera, pantai, dan pelabuhan terkait HAM di kapal ikan, (2) Potensi konflik yurisdiksi antara rezim HAM dan hukum laut internasional terhadap pelanggaran HAM dan perburuhan di kapal ikan di laut bebas dan ZEE dan (3) Rendahnya tingkat ratifikasi konvensi internasional terkait pelindungan AKP migran, seperti ILO C-188 dan STCW-F 1995.
Selain IOJI, pengadopsian deklarasi juga didukung oleh beberapa organisasi dan kemitraan di kawasan ASEAN. Misalnya Migrant Care, Serikat Buruh Migran Indonesia dan ASEAN-ACT.