Co-founder IOJI, Stephanie Juwana menyimpulkan empat hal yang mesti diperhatikan dalam pengembangan ekonomi biru. Mulai dari aspek keadilan hingga transparansi.
Transparency International (TI) Indonesia, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia dan Pusat Studi Agraria (PSA) Institut Pertanian Bogor (IPB) mengadakan dialog terkait ekonomi biru yang adil dan transparan di Indonesia.
Terselenggara pada 20-21 Maret 2023, dialog ini memfasilitasi pemerintah, masyarakat sipil, asosiasi profesi, kelompok nelayan dan akademisi memetakan tantangan dalam implementasi program ekonomi biru.
Co-founder IOJI, Stephanie Juwana turut menjadi pemapar dalam diskusi ini. Ia memulai presentasi bertajuk “Governance untuk Mewujudkan Blue Economy yang Berkeadilan”.
Stephanie mengingatkan agar agenda blue economy jangan hanya difokuskan pada peningkatan kontribusi moneter dari sumber daya kelautan. Aspek keberlanjutan sumber daya kelautan dan keadilan jangan sampai dikorbankan. Pada kertas kerja “Blue Growth and Blue Justice” pada 2020, Bennett et al. memaparkan 10 ketidakadilan di laut yang dapat terjadi jika aspek keadilan tidak diperhatikan dalam agenda blue economy. Masing-masing adalah:
Dalam kesimpulannya, Stephanie mencatat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan ekonomi biru. Masing-masing adalah:
Berpihak pada Masyarakat
Pada kesempatan yang sama, TI Indonesia, DFW Indonesia dan PSA IPB meluncurkan kertas kebijakan bertajuk “Rambu-Rambu Kebijakan Ekonomi Biru di Indonesia”. Kertas kerja ini secara garis besar menyoroti ekonomi biru Indonesia terkesan masih tidak berpihak pada subjek utamanya, yakni masyarakat pesisir lokal dan nelayan kecil tradisional.
Beberapa rekomendasi kertas kebijakan yang telah disampaikan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu, di antaranya: