2 December 2022

Arti Presidensi Indonesia di G20 2022 Bagi Kemitraan Lingkungan yang Adil Berkelanjutan

Sejarah mencatat prestasi Indonesia di KTT G20 Bali 15-16 November 2022 dalam deretan peran Indonesia di kancah dunia yang berdampak panjang, dimulai dari Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Seberapa besar legacy G20 Bali di masa mendatang? Setidaknya ada tiga media terkemuka dari tiga wilayah dunia memberikan pandangan mengenai peran Indonesia: The Economist yang diterbitkan di Inggris, Foreign Policy di Amerika Serikat, dan Nikkei Asia dari Jepang.

The Economist edisi 19-25 November 2022 terbit dengan sampul wayang diberi judul ”Asia’s Overlooked Giant”, memuji pertemuan G20 yang telah menempatkan Indonesia di posisi penting dalam peta dunia, dengan premis bahwa dalam beberapa dekade mendatang Indonesia akan tumbuh menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia, tapi diikuti dengan pertanyaan, ”Bisakah Indonesia mewujudkan apa yang menjadi potensinya?”

Poin yang menarik dari majalah Foreign Policy adalah skenario menjelang diselenggarakannya KTT G20 Bali bahwa kelompok negara ekonomi kaya yang terbentuk pada masa-masa ingar-bingarnya globalisasi itu akan bertemu di bawah bayang-bayang Perang Dingin baru. China dan Rusia akan bertarung dengan AS dan sekutu-sekutunya.

Ukraina berada di pusaran panggung persengketaan. Ada kekhawatiran di kalangan negara-negara berkembang G20, bahwa kepentingan dunia lainnya akan terabaikan akibat perang. Ketidakhadiran Putin di KTT G20 Bali dipandang sebagai bagian kunci dari skenario itu. Tidak banyak yang dapat diharapkan dari situasi seperti ini. Ternyata yang terjadi di pertemuan G20 Bali tidak mencerminkan skenario itu dan berhasil jauh di atas perkiraan.

Sementara Nikkei Asia memberi perhatian khusus pada pertemuan tatap muka Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping. Temu tiga jam itu meredakan ketegangan antara AS dan China yang berpotensi meletup menjadi krisis dunia, khususnya di Asia Pasifik.

Kedua belah pihak telah mengutarakan dan memahami posisi masing-masing serta menyampaikan apa yang dikenal sebagai garis merah dalam masalah Taiwan, sebagai sumber utama ketegangan di antara kedua negara. Kedua presiden sepakat untuk memetakan arah yang tepat bagi hubungan China-AS dalam menghadapi isu-isu global, termasuk perubahan iklim dan ketahanan pangan.

Sebagai catatan penutup, KTT G20 Bali berhasil merumuskan kesepakatan yang disebut sebagai “Leader’s Declaration” yang isinya mencakup berbagai aspek, seperti ekonomi, geopolitik, dan lingkungan hidup.

Beberapa poin penting dari deklarasi ini adalah seruan untuk menghentikan perang di Ukraina, menghormati prinsip-prinsip PBB, serta menghargai kedaulatan dan integritas teritorial negara lain, meskipun dengan mencatat adanya pandangan yang berbeda.

Deklarasi ini juga menyepakati pembentukan Dana Pandemi, juga mekanisme percepatan transisi energi hijau, serta transformasi digital untuk mempersiapkan ekonomi dunia berbasis teknologi informasi.

Deklarasi turut memberikan dukungan pembiayaan dan penanganan utang negara miskin; penanganan masalah energi dan ketahanan pangan yang diakibatkan peperangan dengan menjaga rantai pasok global, serta pengembangan pertanian dengan pendekatan ilmiah.

Indonesia secara khusus menerima komitmen pendanaan 20 miliar dollar AS (sekitar Rp 311 triliun) dari “Just Energy Transition Partnership” untuk membantu mencapai emisi nol bersih pada 2050, dengan mengembangkan energi baru dan terbarukan, serta mendukung transisi energi dengan secara bertahap menghentikan PLTU batu bara.

Terakhir, salah satu isu prioritas Presidensi Indonesia dielaborasi melalui Climate Sustainability Working Group G20. Kelompok kerja ini mendorong peningkatan aksi berbasis daratan dan lautan untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan tujuan pengendalian perubahan iklim (enhancing land- and sea-based actions to support environment protection and climate objectives). Indonesia didukung oleh seluruh negara anggota G20 mendorong isu ini agar dibahas mengingat pentingnya peran lautan di dalam peningkatan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Secara khusus, negara-negara anggota G20 mengangkat pentingnya berbagi data dan informasi sektor kelautan yang menjadi dasar bagi kebijakan dan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, melalui pertukaran pengetahuan, pengembangan teknologi, peningkatan kapasitas tentang opsi kebijakan, penelitian, inovasi, dan contoh praktik terbaik di antara anggota G20.