8 November 2022

Kemitraan IOJI dan SkyTruth: Kolaborasi Advokasi dan Teknologi demi Melindungi Perairan RI

IOJI dan SkyTruth berkolaborasi untuk mendeteksi pencemaran minyak oleh kapal yang melintasi perairan Indonesia. Kolaborasi diharapkan turut memajukan kebijakan, penegakan, dan kesadaran publik akan masalah laut di ZEE Indonesia.

Satelit dapat memberikan gambaran akurat mengenai kualitas dan kondisi suatu perairan. Pengukuran akuratnya mencakup kualitas air, redaman cahaya, klorofil, kekeruhan, tipe habitat bentik dan tumpahan minyak.

Belakangan ini industri satelit berakselerasi dengan cepat, seiring upaya memenuhi pelbagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Terutama yang berkaitan dengan tujuan-tujuan berbasis lingkungan hidup.

Begitu juga di Indonesia. Pemanfaatan maksimal satelit dapat membantu pemerintah menelaah ada tidaknya pelanggaran terhadap kedaulatan negara, lingkungan hidup dan hak asasi manusia (HAM) di kawasan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE)–wilayah perairan yang tercakup dalam yuridiksi suatu negara–dalam konteks ini, Indonesia.

 

Kolaborasi Deteksi

Deteksi Cerulean menunjukkan tumpahan minyak (hijau) mendekati Taman Nasional Perairan (ungu).

Menjelang akhir 2022, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) dan SkyTruth berkolaborasi guna mendeteksi pencemaran minyak oleh kapal yang melintasi ZEE Indonesia.

Deteksi turut memanfaatkan teknologi Cerulean, teknologi baru SkyTruth. Cerulean dilengkapi sistem identifikasi otomatis atau automatic identification system (AIS) yang disuplai mitra mereka, Global Fishing Watch. Sistem tersebut membantu Cerulean melacak kapal di seluruh dunia dan menghubungkannya dengan kejadian polusi tertentu.

Cerulean membantu IOJI mendeteksi pergerakan kapal-kapal pencemar laut tersebut dan akhirnya menginformasikan temuan ke lembaga penegak hukum.

SkyTruth memiliki sejarah panjang dalam mendeteksi dan melacak polusi di perairan Indonesia. Pada Maret 2019, analis Bjorn Bergman menemukan insiden di lepas pantai Sumatra. Saat itu, sebuah kapal pengangkut semen bernama “Perkasa” terdeteksi membuang air limbah berminyak.

Selanjutnya masih pada tahun yang sama, Cerulean menemukan tumpahan minyak sepanjang 33 kilometer di Selat Makassar, yang tampaknya berasal dari kapal kargo curah berbendera Indonesia ”Lumoso Aman”.

Baru-baru ini, Tatiana Summerall dari SkyTruth menemukan lapisan licin sepanjang 94 kilometer di Laut Jawa. Temuan merupakan pengingat bahwa ancaman pencemaran minyak terhadap perairan Indonesia terus meluas dan berkelanjutan.

 

Sains dan Kebijakan Kuat di Laut

Tumpahan minyak di perairan menimbulkan dampak negatif yang berantai hingga pesisir. Tumpahannya berdampak langsung pada matinya organisme laut yang, jika tak segera ditangani, akan menurunkan pendapatan nelayan.

Sifat alami tumpahan minyak–bukan benda padat dan membentang di perairan–terkadang mempersulit perkiraan lamanya dampak ekonomi akan bertahan setelah kejadian tumpahan.

Itulah mengapa dibutuhkan sains disertai kebijakan yang kuat untuk membersihkan tumpahan minyak, mengukur dampak polusi, menetapkan sanksi dan atau denda bagi pelakunya sekaligus membantu pemulihan lautan.

Sementara itu dari sisi kedaulatan perairan, kejadian tumpahan minyak dapat membawa dua atau lebih negara dan masyarakat lokal melalui gugatan perwakilan kelompok (class action) ke depan meja hukum.

Pada 19 Maret 2021, misalnya, Pengadilan Federal Sydney, Australia memenangkan gugatan yang dilayangkan oleh 15.481 petani rumput laut dan nelayan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hakim Pengadilan Federal Sydney, David Yates, menyatakan tumpahan minyak yang bersumber dari PTT Exploration & Production (PTTEP) Australasia tersebut telah menyebabkan kerugian secara material bagi para penggugat.

“Kami sangat senang IOJI dapat mengubah informasi [mengenai tumpahan minyak] menjadi tindakan oleh pemerintah dan pelaku industri guna bersama-sama melenyapkan polusi minyak di perairan Indonesia,” tulis SkyTruth pada laman resminya.

 

Siaran pers selengkapnya, dapat dibaca di sini.