27 September 2022

Rekomendasi T-20: Tata Kelola Ekosistem Karbon Biru dalam Mitigasi Perubahan Iklim

Pesisir membutuhkan ekosistem karbon biru atau blue carbon ecosystem (BCE) sebagai penyangga mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Namun, terdapat beberapa ancaman dan tantangan penerapan BCE di pesisir Indonesia.

Ekosistem karbon biru atau blue carbon ecosystem (BCE) berpotensi besar sebagai penyimpan karbon yang turut menyangga upaya mitigasi terhadap perubahan iklim. Misalnya cuaca ekstrem, gelombang badai, erosi dan banjir.

BCE meliputi hutan bakau, padang lamun dan rawa air payau yang luas tersebar di wilayah pesisir Indonesia, negara yang dua pertiga kawasannya merupakan perairan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan Indonesia menyumbang 17 persen BCE sedunia. Ekosistemnya merupakan “critical natural capital”, atau modal alam yang krusial dalam upaya pengendalian perubahan iklim sekaligus penopang penghidupan masyarakat pesisir.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memaparkan pengelolaan BCE mencakup 2 dari 5 kebijakan ekonomi biru. Masing-masing adalah perluasan kawasan konservasi laut hingga 30 persen pada 2045 dan pengelolaan berkelanjutan di pesisir dan pulau-pulau kecil.

“Perluasan kawasan konservasi menjadi 30 persen mendorong ekosistem lamun dan mangrove berpotensi menyerap sekitar 188 juta ton CO2eq”, kata Trenggono. CO2eq atau emisi karbondioksida ekuivalen merupakan satuan pengukuran emisi dari pelbagai sumber gas rumah kaca.

Untuk mencapai serapan itu, masih banyak pekerjaan rumah yang harus terselesaikan di kawasan ekosistem karbon biru Indonesia.

 

Gagasan Karbon Biru dalam G20

Setiap dolar Amerika Serikat (AS) yang diinvestasikan dalam konservasi dan restorasi mangrove menghasilkan US$3. Jumlah tersebut, menurut penelitian Manaswita Konar dan Helen Ding dari World Resources Institute (WRI), bersumber dari manfaat ekologis, ekonomi, dan sosial kawasan tersebut.

Pada saat yang sama, fungsi ekosistem laut dan pesisir secara konsisten terancam. Kenyataan ini mendorong urgensi perlindungan yang efektif melalui penguatan hukum dan kebijakan kerangka kerja.

Semua negara anggota G20 memiliki ekosistem pesisir dan laut yang signifikan. Sebanyak 5 dari 19 negara G20 secara keseluruhan menyumbang 49 persen dari total hutan bakau global.

Memegang presidensi G20 pada 2022, pemerintah Indonesia melalui jaringan pemikir Think20 (T20)—yang kerap pula disebut bank ide bagi G20–mengajak negara-negara lain guna memulihkan BCE tanpa menanggalkan manfaat ekonomi-sosial bagi masyarakat.

Berdiskusi dalam satuan tugas 3 (task force 3) T20 “Governing Climate Targets, Energy Transition and Environmental Protection”, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) turut mengirim empat wakil. Masing-masing adalah Chief Executive Officer IOJI, Mas Achmad Santosa, Direktur IOJI, Grace Binowo, Karenina Lasrindy dan Harish Makarim.

Dalam satuan tugas 3, perwakilan para pemikir berusaha memetakan permasalahan dan tantangan BCE di pelbagai negara G20. Terdapat lima tantangan utama BCE yang terpetakan T20. Masing-masing adalah:

(1) Meskipun habitat laut terus terdegradasi akibat tekanan antropogenik, sebagian besar negara G20 belum secara khusus mengklasifikasikan BCE dan ekosistem pesisir sebagai ekosistem yang rapuh dan terancam dalam kerangka hukum mereka
(2) Absennya komunitas setempat dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan BCE. Butuh tata kelola yang inklusif di pesisir, yang turut memberikan peran utama bagi masyarakat dalam manajemen BCE
(3) Keterbatasan aplikasi data dan ilmu untuk mendukung proses penyusunan kebijakan terkait BCE
(4) Kurangnya mobilisasi modal untuk mendukung pengelolaan pesisir dan laut
(5) Keterbatasan kolaborasi internasional guna mencapai mitigasi perubahan iklim berbasis laut dan ketahanan masyarakat pesisir dalam skala besar

Untuk mengatasi lima tantangan kunci tersebut, T20 merekomendasikan sejumlah komitmen bagi para pemimpin G20 2022 yang terselenggara di Bali:

(1) Memperbaiki kerangka hukum dan kebijakan guna memulihkan ekosistem laut dan
(2) Mengakui peran penting ilmu pengetahuan guna memperkuat penyusunan kebijakan berbasis sains dalam mitigasi perubahan iklim dan pengelolaan BCEpesisir
(3) Mempromosikan keterlibatan masyarakat pesisir yang didukung pendekatan berbasis insentif serta pembagian keuntungan yang adil di kawasan BCE
(4) Mempromosikan skema pendanaan gabungan publik dan swasta (blended-finance) untuk mempersempit kesenjangan pembiayaan di kawasan BCE
(5) Memperkuat kerja sama dan kolaborasi antaranggota G20 guna mempromosikan ketahanan iklim berbasis laut dan pesisir

Laporan T20 selengkapnya, dapat dibaca di sini.