3 July 2022

Konferensi Laut PBB di Lisbon, Portugal 2022: ‘Save Our Ocean, Protect Our Future’

Konferensi Laut PBB di Lisbon, Portugal pada 27 Juni-1 Juli 2022.

Berpartisipasi dalam UN Ocean Conference di Lisbon, Portugal, 27 Juni-1 Juli 2022, wakil IOJI menyelenggarakan dan memoderatori panel sela terkait karbon biru–topik yang sangat penting dalam upaya pelestarian lingkungan kelautan di Indonesia.
____

Bukan tanpa sebab ketika Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres membuka Konferensi Laut PBB (UN Ocean Conference) 2022 disertai empat tawaran rekomendasi kunci bagi pemangku kepentingan sedunia.

Masing-masing adalah (1) menggunakan laut sebagai model pengelolaan masalah pangan dunia, (2) melindungi manusia yang hidup dan nafkahnya bergantung dari laut, (3) berinvestasi dalam sektor pangan dan energi terbarukan berbasis laut serta (4) berinvestasi dalam sistem peringatan dini guna melindungi masyarakat pesisir.

Bagi Guterres, keempatnya dapat membuka horizon baru bagi masa depan yang “adil dan berkelanjutan, serta menciptakan perbedaan, baik bagi laut maupun manusia yang bergantung daripadanya.”

Horizon itu sudah selayaknya turut diperjuangkan di pesisir; kawasan hulu bagi ekosistem karbon biru atau blue carbon ecosystem (BCE); penyangga krusial dalam penanganan krisis iklim sedunia.

Ekosistem karbon biru mengambil tempat khusus sepanjang konferensi kelautan yang kedua yang berlangsung di Lisbon, Portugal pada akhir Juni hingga awal Juli 2022 bertema “Scaling Up Ocean Action Based on Science and Innovation for the Implementation of SDG Goal 14: Stocktaking, Partnership and Solutions”.

Hutan mangrove merupakan poros setiap BCE. Merengkuh garis pantai di seluruh daerah tropis sedunia, jalinan akar lebat mangrove menyimpan karbon setara emisi tahunan yang dihasilkan oleh 90.000 mobil. Sebagai salah satu negara pemilik laut terbesar seluas 6,4 juta kilometer persegi di dunia, perhelatan ini penting buat Indonesia, terutama untuk memahami status dan pemutakhiran kemajuan yang dicapai di lingkup global, multilateral, dan bilateral.

Sayangnya, BCE – habitat yang penting bagi berbagai keanekaragaman hayati pesisir yang hidup di bawahnya dan sebagai sumber penghidupan masyarakat pesisir – kerap diabaikan sebagai solusi atas krisis iklim.

Setidak-tidaknya begitu, sebelum para pemangku kepentingan bertemu di Lisbon pada musim panas silam.

Sebagai tuan rumah–bersama dengan Kenya–Presiden Portugal, Marcelo Rebelo de Sousa menggarisbawahi bahwa konferensi “terselenggara pada waktu, tempat dan pendekatan yang tepat ketika dunia membutuhkan laut sebagai juru damai dan keamanan, kesehatan, resiliensi lingkungan sekaligus pembangunan berkelanjutan.”

Pendanaan terkait tujuan-tujuan kelautan sedunia, kata Presiden Kenya saat itu, Uhuru Kenyatta, “merupakan yang terendah dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.”

PBB menetapkan 19 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG). Kehidupan di bawah air merupakan SDG ke-14. Presiden Kenya mendesak delegasi yang hadir dalam konferensi tersebut untuk segera beralih dari ide ke aksi berbasis sains dan inovasi.

Ia secara khusus juga mendesak negara-negara sedunia untuk berinvestasi lebih banyak lagi dalam upaya penguatan karbon biru yang berkelanjutan. “Kita butuh bekerja sama dan berkolaborasi supaya Bumi tetap biru,” katanya.

Bukti kolaborasi itu mulai tampak pada dua tahun lalu di Karibia, Kolombia. Proyek mangrove di kawasan pesisir Karibia–dikembangkan oleh Conservation International, pemerintah Kolombia dan sejumlah mitra lainnya–menjadi yang pertama memasuki pasar karbon.

Upaya di kawasan hutan mangrove seluas 11.000 hektare itu diprediksi bakal menyerap nyaris 1 juta metrik ton karbon dioksida hingga 30 tahun lamanya–kira-kira setara menghilangkan 184.000 mobil dari jalan raya selama setahun.

Di sela-sela Konferensi Laut PBB 2022, perwakilan IOJI bertemu dengan Mari Elka Pangestu, mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang pernah pula menjabat Direktur Pelaksana Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan Bank Dunia.

IOJI terlibat dalam tiga kegiatan selama di Lisbon, yaitu:
1. Panel Sela Resmi (Official Side Event) “Blue Carbon: Charting the Path for Governance and Partnerships”yang diselenggarakan oleh IOJI bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Pemerintah Australia, The Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC-UNESCO) dan International Partnership for Blue Carbon, Pemerintah Bahamas, dan World Economic Forum.

2. Expert Group Meeting on Blue Carbon, yang diselenggarakan oleh Kemenko Marves bersama dengan IOJI

3. CEO IOJI menjadi salah satu narasumber pada official side event “Small Island Developing State and Blue Carbon Market” yang diselenggarakan oleh Belize Ministry of Blue Economy and Civil Aviation, SIDS DOCK, dan GRID-Arendal. l

Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Laut, Peter Thomson, menekankan pentingnya karbon biru dalam menghadapi krisis iklim. Ia mengajak negara-negara sedunia untuk bekerja sama demi menghasilkan solusi berbasis sains guna memperkuat manfaat karbon biru, baik bagi laut maupun masyarakat pesisir.

Kedua diskusi juga berfokus pada kesimpulan yang serupa: proyek karbon biru perlu melibatkan prinsip-prinsip praktik terbaik untuk pasar karbon biru yang tak hanya berkelanjutan, melainkan juga berkeadilan.

Semoga saja kelak Sekretaris Jenderal PBB tak lagi berdiri di balik mimbar dan mengulang apa yang diucapkannya pada pembukaan Konferensi Laut PBB 2022: “Dunia Darurat Laut” karena aksi, solusi dan kemitraan untuk keberlanjutan dan keadilan laut telah terwujud secara efektif.