Illegal Unreported Unregulated Fishing (IUUF) masih menjadi salah satu ancaman besar keamanan laut dan kelestarian sumberdaya perikanan Indonesia. IOJI mendeteksi dugaan aktivitas IUUF yang dilakukan oleh kapal ikan asing (KIA) maupun kapal ikan Indonesia (KII) yang terjadi pada Februari 2022, di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI WPP 711 dan WPP 718.
Berdasarkan data AIS, IOJI mendeteksi ancaman keamanan laut dan IUUF di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang dilakukan oleh kapal ikan Vietnam dan kapal ikan Tiongkok di WPP 711 Laut Natuna Utara. Pendeteksian dilakukan terhadap kapal-kapal ikan yang melakukan pergerakan secara tidak wajar di ZEE negara yang bukan negara asal bendera, dalam hal ini ZEE Indonesia. Pergerakan secara tidak wajar ini terlihat dari rendahnya kecepatan kapal dan pergerakannya tidak dalam lintasan lurus sebagaimana layaknya kapal melintas (travelling).
Data AIS mendeteksi setidaknya 12 (dua belas) kapal ikan Vietnam dan 8 (delapan) kapal ikan Tiongkok yang diduga melakukan aktivitas IUUF dan mengancam keamanan laut Indonesia. Citra satelit juga mendeteksi KIA yang diduga melakukan illegal fishing dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan pendeteksian berdasarkan AIS.
Selain ancaman IUUF oleh KIA, setidaknya terdapat 59 (lima puluh sembilan) kapal ikan Indonesia (KII) terdeteksi melakukan intrusi di wilayah Dogleg ZEE Papua New Guinea (PNG) Arafura yang berbatasan langsung dengan WPP 718. Sebagian besar KII tersebut merupakan kapal ikan dengan alat tangkap pancing cumi dan terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia. Intrusi masif KII yang mencapai lebih dari 50 kapal tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Pada awal tahun 2018 dan awal tahun 2019 hanya terdeteksi beberapa KII saja. Bahkan, pada tahun 2020 tidak ada sama sekali. Kesimpulan sementara (hipotesis) menunjukkan bahwa intrusi KII ini didasarkan pada kondisi produksi dan stok perikanan cumi dan sotong di WPP 718 yang tengah mengalami penurunan. Data pendukung intrusi KII tersebut akan dijelaskan pada Bab III.
Pada Februari 2022, ancaman IUUF oleh KIA Vietnam kembali terdeteksi di Laut Natuna Utara, ZEE Indonesia, yang berjumlah 12 kapal. Sebagian besar kapal tersebut merupakan kapal yang sama (repeated offenders) dengan kapal yang melakukan intrusi pada tahun 2021. Berikut ini informasi mengenai 12 (dua belas) kapal dimaksud:
No | Nama Kapal | MMSI | Tanggal Deteksi | Longitude | Latitude | Terdeteksi Pada 2021 (Repeated Offender) |
---|---|---|---|---|---|---|
1 | LRUT NHAY 52 TD83462 | 574070032 | 14-02-2022 | 108.1883 | 6.4693 | Mei; Sep; Nov 2021 |
2 | DANG59 F26 | 574802002 | 20-02-2022 | 108.0094 | 6.3816 | Mei; Jul; Agu; Nov 2021 |
3 | TAU CA | 574001199 | 19-02-2022 | 106.3317 | 5.3682 | - |
4 | D4 | 574141255 | 19-02-2022 | 106.3147 | 5.5632 | Des 2021 |
5 | HOANG HON TIEN | 574117166 | 20-02-2022 | 109.8028 | 5.3125 | Mar; Jul; Agu; Oct; Nov 2021 |
6 | 18 A 27 | 574151209 | 23-02-2022 | 109.707 | 5.3749 | May; Oct; Nov 2021 |
7 | VAN MINH 36A | 574606051 | 23-02-2022 | 106.6635 | 5.2814 | Mei 2021 |
8 | PHO BIEN B9 P1 | 574566700 | 23-02-2022 | 106.4882 | 5.4507 | Nov 2021 |
9 | CONG MINH 1F7 | 574081001 | 23-02-2022 | 106.5789 | 5.1263 | Mei 2021 |
10 | NGOCLINH3 C9 | 574201524 | 23–02-2022 | 106.6297 | 5.0735 | Mei 2021 |
11 | LIAODALIVYU51523 | 88889999 | 23-02-2022 | 106.4942 | 5.1 | - |
12 | T0NY SELDY | 574609114 | 28-02-2022 | 107.8304 | 6.1806 | - |
Tabel 1. Deteksi 12 (dua belas) Kapal Ikan Vietnam Di ZEE Indonesia, Februari 2022 (Sumber: AIS)
Puluhan KIA Vietnam yang terdeteksi di atas juga terdeteksi berdasarkan Citra Satelit 1. Tabel 2 di bawah berisi informasi deteksi KIA Vietnam tersebut.
No | Nama Scene | Terdeteksi Di ZEE RI Landas Kontinen Non Sengketa | Terdeteksi Di ZEE Wilayah Sengketa RI-Vietnam |
---|---|---|---|
1 | T48NXL_20220221T030741_TCI | 6 | 0 |
2 | T48NXM_20220221T030741_TCI | 18 | 2 |
3 | T49NBH_20220213T025819_TCI | 0 | 20 |
4 | T49NBG_20220218T025801_TCI | 2 | 0 |
5 | T49NBH_20220218T025801_TCI | 0 | 92 |
Tabel 2. Deteksi KIA Vietnam Berdasarkan Citra Satelit
Berdasarkan citra satelit, pada 18 Februari 2022 di wilayah ZEE sengketa RI-Vietnam, terdeteksi 92 (sembilan puluh dua) KIA Vietnam. Kemudian, pada 21 Februari 2022, terdeteksi 24 (dua puluh empat) KIA Vietnam di Laut Natuna Utara zona barat laut di ZEE Indonesia (non sengketa).
Keberadaan kapal berdasarkan overlay data AIS dan Citra Satelit di atas terangkum dalam Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Deteksi Intrusi KIA Vietnam di ZEE Indonesia Pada Bulan Februari 2022 (Sumber Data: AIS dan Citra Satelit)
Gambar 2. Liao Dong Yu 570 dengan alat tangkap Trawl
Kapal Ikan berbendera Tiongkok juga terdeteksi melakukan intrusi di Laut Natuna Utara, ZEE Indonesia. Berdasarkan AIS, terdeteksi 8 (delapan) KIA Tiongkok. Namun, berdasarkan Citra Satelit (Gambar 7), terdeteksi 13 kapal. Artinya, sebanyak 5 (lima) kapal tidak menyalakan transmitter AIS selama berada di ZEE Indonesia. Kapal-kapal ikan tersebut merupakan armada kapal Liao Dong Yu (LDY) yang menggunakan alat tangkap trawl, yakni LDY570, LDY571, LDY576, LDY578, LDY579, LDY580, LDY582, dan LDY585. Ketika melakukan intrusi di Laut Natuna Utara, kapal-kapal tersebut melintas dengan kecepatan sangat rendah dengan lintasan tidak lurus bahkan berhenti selama 3 hari. Kedelapan kapal tersebut diketahui berangkat dari Somalia menuju Tiongkok pada tanggal 31 Januari 2022, sebagaimana dirangkum dalam Gambar 5.
LDY578 dan LDY579 terdeteksi memperlambat kecepatannya hingga berhenti di Laut Natuna Utara pada tanggal 18 Februari 2022 09:26 UTC. Saat itu, kapal mengurangi kecepatan dari kecepatan melintas normal (9 knot)2 menjadi kecepatan rendah hingga berhenti (0 knot) pada lokasi koordinat 106.7 – 106.8 (longitude) dan 5.1 – 5.2 (latitude) di ZEE Indonesia selama 3 (tiga) hari. Pada 19 Februari 2021, keenam kapal Liao Dong Yu yang lain (LDY570, LDY571, LDY576, LDY580, LDY582, dan LDY585) tiba di lokasi yang sama. Kedelapan kapal tersebut meninggalkan lokasi pada 21 Februari 2022. Armada kapal-kapal LDY melintas dengan kecepatan yang jauh lebih rendah dari lintasan sebelumnya pada lokasi di atas.
Gambar 3. 8 (delapan) Kapal Liao Dong Yu tengah berkumpul di Laut Natuna Utara Sejak Tanggal 18 Februari 2022 Hingga 21 Februari 2022 (3 Hari). (Sumber: Marine Traffic)
Lokasi klaster armada Liao Dong Yu di Laut Natuna Utara berjarak 74 Nautical Miles dari barat daya Pulau Laut, Kabupaten Natuna seperti pada Gambar 4.
Gambar 4. Posisi Klaster Kapal-Kapal Liao Dong Yu Di Laut Natuna Utara 74 Mil Laut Dari Pulau Laut, Kabupaten Natuna. (Sumber: Marine Traffic)
Pola lintasan armada Liao Dong Yu tersebut serupa dengan pola lintasan armada Lu Qing Yuan Yu pada Oktober 20213. Kapal-kapal Lu Qing Yuan Yu, yang juga memiliki riwayat illegal fishing, diketahui berangkat dari Kenya menuju Tiongkok. Namun, sesampainya di Laut Natuna Utara, kapal-kapal tersebut terdeteksi melintas dengan pola yang diduga kuat melakukan kegiatan illegal fishing.
Pada bulan Mei 2020, Kapal LDY570, LDY571 dan LDY576, bersama dengan LDY572, LDY575, dan LDY577 diketahui melakukan illegal fishing di ZEE Somalia. Kapal-kapal tersebut diketahui tidak terdaftar di otoritas Puntland4 Somalia, namun beroperasi di ZEE Somalia. Wilayah perairan Puntland adalah daerah tangkapan ikan terbaik di Somalia yang kaya akan sumber daya ikan. Kehadiran armada kapal tersebut menimbulkan protes dari masyarakat nelayan setempat (Jay Bahadur, 2021)5.
Gambar 5. Lintasan Kapal Liao Dong Yu 579 Dari Sejak Keberangkatan Dari Somalia Hingga Berhenti di Laut Natuna Utara (Sumber: Marine Traffic).
Gambar 6. 8 (delapan) kapal Liao Dong Yu berjalan beriringan meninggalkan di Laut Natuna Utara 21 Februari 2021 setelah 3 hari berada di wilayah ZEE Indonesia. (Sumber: AIS, Marine Traffic)
Lintasan armada kapal ikan Liao Dong Yu tidak memenuhi kualifikasi freedom of navigation (FON) sebagaimana tercantum dalam Pasal 58 (1) UNCLOS 1982. FON merupakan salah satu prinsip hukum laut tertua yang memberikan kebebasan bagi kapal untuk melintas di laut, khususnya laut bebas dan ZEE, yang tidak boleh diganggu (interrupted) oleh negara lain6. Dibandingkan laut bebas, UNCLOS 1982 memberikan batasan yang lebih besar terhadap FON di ZEE, salah satunya terkait pengelolaan sumber daya hayati yang merupakan hak berdaulat Negara Pantai 7. Semua kapal asing, apalagi kapal ikan asing, harus memperhatikan (due regard) dan mematuhi segala ketentuan Negara Pantai terkait pengelolaan sumber daya hayati, termasuk sumber daya ikan, di ZEE Negara Pantai tersebut. Negara Pantai juga diberikan kewenangan untuk memastikan kapal-kapal asing yang melintas di ZEE-nya patuh terhadap segala peraturan terkait pengelolaan sumber daya hayati, termasuk melalui boarding, inspeksi, dan penahanan kapal 8.
Status sebagai kapal ikan dengan pola lintasan berkecepatan yang sangat rendah serta rekam jejak illegal fishing di Somalia menimbulkan kecurigaan terhadap praktik illegal fishing oleh armada kapal ini selama melintas di ZEE Indonesia. Sebagai Negara Pantai, Indonesia memiliki kewajiban utama (primary responsibility) untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam pencegahan dan pemberantasan IUUF di ZEE Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh International Tribunal of the Law of the Sea (ITLOS) ketika menafsirkan Pasal 62 (4), 192, dan 194 UNCLOS 1982 dikaitkan dengan kewajiban negara bendera dalam persoalan IUUF. Langkah tersebut termasuk pengawasan, pemeriksaan, serta penegakan hukum, apalagi terhadap kapal-kapal yang mengancam keberlanjutan sumber daya ikan di ZEE Indonesia 9. Maka, Pemerintah Indonesia memiliki kewenangan dan kewajiban internasional untuk mengambil langkah-langkah ini terhadap armada Liao Dung Yu.
Selain persoalan illegal fishing, Kapal LDY571 dan LDY576 bersama dengan kapal LDY535, LDY572 dan LDY577 pernah dilaporkan karena memperlakukan anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Indonesia secara kasar dan eksploitatif, bahkan menimbulkan korban jiwa pada tahun 202110.
Gambar 7. Kapal-kapal Liao Dong Yu berjalan beriringan meninggalkan di Laut Natuna Utara 21 Februari 2021 setelah 3 hari berada di wilayah ZEE Indonesia. Terdeteksi sebanyak 13 kapal. (Citra Satelit)
Gambar 8. Intrusi 59 (lima puluh sembilan) Kapal Ikan Indonesia (KII) di ZEE Papua New Guinea pada Februari 2022 (Sumber Data: AIS, diolah)
Ancaman IUUF tidak hanya berasal dari Kapal Ikan Asing (KIA). Berdasarkan AIS, 59 (lima puluh sembilan) Kapal Ikan Indonesia (KII), yang berukuran lebih dari 30 GT dan memiliki izin penangkapan ikan dari Pemerintah Indonesia, diduga melakukan illegal fishing di wilayah Dogleg, ZEE Papua New Guinea (Gambar 8). Sebagian besar KII tersebut menggunakan alat tangkap Pancing Cumi dan berasal dari Jakarta. Intrusi terjauh yang dilakukan KII di ZEE Papua New Guinea mencapai kurang lebih 30 Nautical Miles (55 km) dari garis batas ZEE Indonesia-Papua New Guinea.
Intrusi masif KII tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Pada tahun 2018, berdasarkan VMS kapal ikan Indonesia pada peta Global Fishing Watch (GFW), terdeteksi hanya beberapa KII yang melakukan intrusi di wilayah Dogleg bagian selatan. Sedangkan pada tahun 2019, terdeteksi 10 KII melakukan intrusi di wilayah yang sama (Gambar 9). Pada tahun 2020, tidak terjadi intrusi oleh KII di ZEE Papua New Guinea (Gambar 10).
Gambar 9. Sebaran daerah tangkapan KII dengan alat tangkap pancing cumi di WPP 718 pada tahun 2019. Terpantau adanya intrusi 10 KII di ZEE Papua New Guinea pada Februari dan Maret 2019 (Sumber: VMS Indonesia, GFW)
Gambar 10. Sebaran daerah tangkapan KII dengan alat tangkap pancing cumi di WPP 718 pada tahun 2020 Tidak Terpantau adanya intrusi KII skala industri di ZEE Papua New Guinea selama 2020 (Data hingga bulan Juni 2020). (Sumber: VMS Indonesia, GFW)
Kesimpulan sementara (hipotesis) adalah intrusi KII tersebut disebabkan oleh berkurangnya stok sumber daya cumi dan sotong di WPP 718. Hal ini mendorong KII menangkap ikan di wilayah Dogleg, ZEE Papua New Guinea yang berbatasan langsung dengan WPP 718.
Sebagai perbandingan, fenomena illegal fishing di Laut Natuna Utara oleh KIA Vietnam sepanjang tahun 202111 dan tahun-tahun sebelumnya, didorong oleh berkurangnya stok sumber daya perikanan di ZEE Vietnam. Berdasarkan Vietnam Development Report (2011) 12, beberapa studi di Vietnam mengindikasikan bahwa sebagian besar wilayah dekat pantai (inshore) Vietnam telah mengalami overexploited. Catch per-unit effort (CPUE) telah mengalami penurunan. Studi pada komposisi tangkapan menunjukkan terjadi penurunan rata-rata ukuran ikan yang ditangkap. Terjadi pula fenomena “fishing down the food web”, dimana ikan-ikan pada kedudukan rantai makanan yang lebih tinggi yang memiliki ekonomi tinggi terlalu banyak dieksploitasi, sehingga ikan-ikan yang berada di perairan Vietnam didominasi oleh spesies ikan kecil yang memiliki nilai ekonomi yang rendah. Hal ini mendorong kapal ikan Vietnam melakukan pencurian ikan di ZEE Indonesia, sebagaimana yang dideteksi IOJI sepanjang tahun 202113.
Terjadinya intrusi masif yang dilakukan oleh 59 KII di ZEE Papua New Guinea kemungkinan didorong oleh dua hal, yaitu (i) Penurunan produksi cumi di WPP 718 dan atau (ii) meningkatnya permintaan ekspor cumi dalam 10 tahun terakhir.
Gambar 11. Tren Produksi (Dalam Ton) Cumi dan Sotong Indonesia Di Zona Pasifik (termasuk WPP 718). (Sumber: FAO, diolah)
Berdasarkan data produksi cumi dan sotong di wilayah Indonesia Zona Pasifik Barat dalam FAO Global Fisheries Production Statistics menunjukkan terjadinya tren penurunan produksi tangkapan cumi dan sotong sejak beberapa tahun terakhir. WPP 718 merupakan wilayah Zona Pasifik Barat, yang merupakan daerah penangkapan utama kapal-kapal ikan dengan alat tangkap pancing cumi di Indonesia. Gambar 11 di atas menunjukkan tren penurunan produksi cumi dan sotong tersebut terjadi mulai tahun 2017.
Tren penurunan produksi cumi dan sotong di atas, diakui oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagaimana tercantum dalam Kepmen KP No 50/2017, yang menyatakan tingkat pemanfaatan cumi di WPP 718 over-exploited atau berstatus merah. Artinya, tingkat pemanfaatannya melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB).
Berdasarkan data perizinan kapal perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI per tanggal 16 Februari 2022, tercatat bahwa total kapal penangkap cumi di WPP 718 adalah 697 unit atau sekitar 41,89% dari total kapal penangkap ikan diatas 30 GT.
Sementara itu berdasarkan data BPS (2022) terlihat bahwa pada tahun 2021 Cumi-Sotong-Gurita merupakan komoditas ekspor perikanan Indonesia terbesar ketiga setelah Udang dan TCT (Tuna-Cakalang-Tongkol). Ekspor Cumi-Sotong-Gurita dalam 10 tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2012 volume ekspor Cumi-Sotong-Gurita mencapai 73,26 Ribu Ton dengan nilai mencapai USD 167,68 Juta. Sementara pada tahun 2021 volume ekspor mencapai 168,23 Ribu Ton dengan nilai ekspor mencapai USD 618,93 Juta.
Gambar 12. Volume dan Nilai Ekspor Cumi-Sotong-Gurita Indonesia (Sumber : BPS 2022, diolah)
Indonesia sebagai negara bendera (flag state responsibility) memiliki kewajiban untuk mencegah, menghalangi, dan memberantas IUU Fishing oleh KII di semua zona maritim14, termasuk zona maritim dalam yurisdiksi negara lain, dan melaksanakan yurisdiksi yang efektif atas KII 15. Dalam hal ini, Indonesia berkewajiban mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memastikan kepatuhan KII terhadap peraturan konservasi sumber daya ikan yang berlaku di wilayah maritim negara lain, termasuk penegakan hukum yang tegas terhadap KII yang diduga melakukan illegal fishing dimanapun mereka beroperasi. Maka, Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan pengawasan terhadap KII yang melakukan intrusi di Dogleg, Papua New Guinea dan secara khusus melakukan penegakan hukum kepada operator kapal yang terdeteksi dan terbukti melakukan aktivitas perikanan di wilayah tersebut tanpa izin dari otoritas Papua New Guinea. Evaluasi perhitungan stok cumi dan sotong di WPP 718 perlu dilakukan dan dipublikasikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk memastikan pengelolaan sumber daya cumi dan sotong yang berkelanjutan di WPP 718. Selain itu Pemerintah perlu menerapkan rencana pengelolaan perikanan berkelanjutan yang berbasis Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) seperti yang diatur pada Pasal 40-45 Peraturan Pemerintah (PP) 27/2021 dengan menerapkan estimasi sumber daya perikanan dengan benar, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, tingkat pemanfaatan dan ukuran dan berat minimum ikan yang ditangkap. Pemerintah juga perlu mengupayakan pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan dan rehabilitasi di semua WPP NRI.
Berdasarkan temuan diatas, IOJI memandang perlu untuk menyampaikannya kepada Pemerintah Indonesia agar melakukan langkah-langkah antisipatif dalam memberantas illegal fishing, kejahatan terhadap awak kapal ikan (perbudakan), maupun kejahatan lain, baik yang dilakukan oleh KII di wilayah negara lain maupun oleh KIA di WPP NRI.
Jakarta, Februari 2022