[Siaran Pers] Menyatukan Nusantara, Menginspirasi Dunia: Kontribusi dan Pemikiran Prof. Dr. Hasjim Djalal, M.A.: Kegiatan Penyusunan Langkah Strategis Melanjutkan Pemikiran Prof. Hasjim Djalal terkait Hukum Laut

Prof. Hasjim Djalal, M.A., Ph.D. adalah seorang diplomat karier yang berdedikasi tinggi di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan tokoh hukum laut internasional. Berpulangnya beliau pada 12 Januari 2025 merupakan kehilangan besar bagi Indonesia dan juga komunitas hukum internasional global. Prof. Hasjim mewariskan karya-karya intelektual yang akan tetap hidup dan mewarnai diplomasi maritim Indonesia.

Prof. Hasjim berperan penting dalam memperjuangkan kepentingan Indonesia di berbagai forum internasional. Perumusan Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS) adalah salah satunya. Disamping itu, Prof. Hasjim pernah menjabat sebagai Presiden dari International Seabed Authority (ISA) tahun 1995 dan 1996. Di dalam negeri, Prof. Hasjim menjadi penasihat beberapa kementerian dan lembaga disamping mengajar di berbagai universitas dan institusi pendidikan tinggi lainnya di Indonesia.

Untuk mengenang pemikiran dan kontribusi beliau, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu RI) dan Center for Sustainable Ocean Policy Fakultas Hukum Universitas Indonesia (CSOP FH UI) menyelenggarakan kegiatan diskusi dengan tema “Menyatukan Nusantara, Menginspirasi Dunia: Kontribusi dan Pemikiran Prof. Hasjim Djalal, M.A.” pada tanggal 25 Februari 2025, bertepatan dengan hari kelahiran Prof. Hasjim. 

Bapak Dino Patti Djalal, putra dari alm. Prof. Hasjim Djalal, founder dari Foreign Policy Community of Indonesia, dan Wakil Menteri Luar Negeri RI 2014, menyampaikan tiga hal penting dari perjalanan hidup Prof. Hasjim. Pertama, “Indonesia harus terus menjadi pelopor, penggerak dan pemimpin dalam diplomasi hukum laut internasional. Indonesia dikenal sebagai arsitek dari UN Convention on Law of the Sea.” Kedua, “Pak Hasjim sangat menekankan pentingnya Indonesia menjadi negara maritim yang kuat. Realitanya Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia … masalahnya [adalah] bagaimana dengan modal itu kita menjadi bangsa maritim, perkapalan yang kuat, angkatan laut yang kuat, menguasai dengan nyata perekonomian yang ada di laut kita. Negara kepulauan sudah, tapi bangsa maritim belum. Sayangnya konsep [Poros Maritim Dunia] tidak lama stay in power-nya.” Ketiga, Bapak Dino Djalal menyorot lokakarya Laut Cina Selatan yang dilakukan oleh Prof. Hasjim Djalal yang mempertemukan semua claimant dan seluruh ASEAN dalam satu forum untuk memberikan dasar proses diplomatik selanjutnya. Namun, “Prosesnya sudah ada, formatnya sudah ada, tapi sampai sekarang sebuah bentuk kerjasama yang substantif, yang melibatkan semua claimant itu masih belum ada. Ini perlu terus kita perjuangkan dan realisasikan.”

Dr. Mas Achmad Santosa, CEO IOJI, juga mengenang kontribusi Prof. Hasjim dalam berbagai konteks, termasuk pemberantasan IUU fishing, pembentukan norma-norma hukum internasional, serta dalam krisis iklim dan daya dukung ekosistem laut. “Generasi saat ini dan masa datang perlu menciptakan terobosan-terobosan, mencontoh Prof. Hasjim pada masa lalu, untuk menjawab tantangan zaman di era Anthropocene ini yang ditandai dengan fenomena triple planetary crisis.” 

Arif Havas Oegroseno, Wakil Menteri Luar Negeri RI, mengenang kontribusi Prof. Hasjim Djalal dengan hangat. Katanya, “Beliau merupakan arsitek pertama terkait Konvensi Hukum Laut 1992.” Arif Havas menekankan pengaruh Prof. Hasjim Djalal dalam pengakuan negara kepulauan dalam hukum internasional. Ia mengatakan juga, “Kita sedang mendapatkan hasil perjuangannya dan sekarang bagaimana kita mengisi hasil perjuangan tersebut. Terus membuat staf dan adik-adik kita yang muda tertarik dengan hukum laut–karena itu cara untuk melanjutkan legacy, dan bagaimana mengisi hasil perjuangan yang masih sangat jauh sekali.”
Dalam kegiatan ini, Ambassador-at-large Tommy Koh dari Kementerian Luar Negeri Singapura, Sakti Wahyu Trenggono selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Prof. Emeritus Robert Beckman dari National University of Singapore, dan Laksamana TNI Muhammad Ali selaku Kepala Staf TNI AL juga menyampaikan kekaguman dan penghargaan tinggi atas dedikasi, karya-karya dan perjuangan Prof. Hasjim.

Sesi I Diskusi: Aktivitas Militer di ZEE

Sesi pertama membahas mengenai aktivitas militer di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Duta Besar L. Amrih Jinangkung, selaku moderator membahas kepentingan negara pantai dalam konteks militer di ZEE. 

Prof. Dr. Eddy Pratomo, Dekan FH Universitas Pancasila, juga melihat pendekatan diplomasi yang dilakukan oleh Prof. Hasjim Djalal terkait aktivitas militer di ZEE. Prof. Dr. Eddy menjelaskan bagaimana Prof. Hasjim Djalal melihat kepentingan negara pantai dan kepentingan Indonesia; beliau mempertahankan sikap nasional Indonesia dan sekaligus memberikan jalan dan kompromi. Prof. Dr. Eddy juga menilai pentingnya arrangement dengan like-minded groups yang tidak mengikat dalam rangka mencegah kebingungan dan ancaman di ZEE. Perhatian khusus untuk isu-isu laut melalui pusat studi dan pusat kajian untuk meningkatkan ketertarikan generasi muda menjadi penting tidak hanya untuk meningkatkan kesadaran, tapi juga untuk melestarikan warisan Prof. Hasjim Djalal. 

Prof. Arie Afriansyah, Guru Besar FH UI dan Direktur Eksekutif CSOP FH UI menjelaskan bahwa setiap negara memiliki kepentingan masing-masing, dan yang penting adalah bagaimana sebuah negara mengkonfigurasi pengaturan ZEE-nya. Selain itu, untuk menghindari konsekuensi pembatasan restriktif dalam ZEE, menjaga status quo sekarang penting, selagi secara bilateral berinteraksi dengan negara lain mengenai aktivitas militer di ZEE. Diskusi untuk pembentukan guidelines yang memadukan kepentingan negara pantai dan negara maritim. Dalam hal ini, mengumpulkan negara kawasan bisa menjadi fokus untuk menghidupkan kembali warisan Prof. Hasjim Djalal.

Terdapat beberapa hal penting yang tercermin dari hasil diskusi sesi pertama tersebut. Pertama, terdapat berbagai kepentingan negara yang harus diperhatikan dalam diplomasi dan kemampuan diplomasi untuk mempertahankan sikap nasional Indonesia, serta memberikan jalan dan kompromi dengan negara lain. Kedua, mengingat kepentingan negara-negara anggota UNCLOS dan sifat dari UNCLOS yang multilateral dan tidak spesifik, terdapat berbagai interpretasi UNCLOS yang berdampak pada penggunaan ZEE dan hubungan diplomatik antar negara yang Indonesia harus pertimbangkan saat membuka ZEE-nya untuk aktivitas militer (asing).

Sesi II Diskusi: Workshop Process on Managing Potential Conflicts in the South China Sea (SCS Workshop

Sesi kedua yang dipandu oleh Duta Besar Adam Tugio, membahas mengenai SCS workshop yang merupakan salah satu hasil karya Prof. Hasjim Djalal.  

Dr. Yayan Mulyana, Kepala Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri Kemlu RI, menyampaikan bahwa workshop yang dibangun oleh Prof. Hasjim Djalal yang dipandang memiliki format sederhana, memiliki magnitude yang luar biasa, bahkan berkontribusi secara riil kepada Declarations of Conduct in the South China Sea. Melihat konteks sekarang yang semakin kompleks dan memiliki dinamika yang semakin tidak kondusif di kawasan Laut Cina Selatan,  “We need to maintain the habits of dialogue, the habit of conversation. Apa yang kita anggap sebagai technical, it has created substantive magnitude that has affected the positions of each claimant and non claimant countries.” Dr. Yayan Mulyana menilai bahwa SCS Workshop ini yang membahas hal-hal teknis memiliki potensi diskusi yang lebih substantif di tingkat track one. Workshop ini berupa “a simple avenue” yang dapat berdampak besar pada pembahasan isu-isu yang lebih substantif.

Andreas Aditya Salim, Direktur Program IOJI, menambahkan bahwa dengan berbagai perubahan dunia, seperti pertama, perkembangan dalam era antropogenik serta perubahan situasi geopolitik dunia, kita berhadapan dengan alam yang tidak bernegosiasi. Kedua, perubahan geopolitik, yang mana situasi Laut Cina Selatan dalam satu dekade terakhir sangat terlihat eskalasi tensionnya dari battle of the note verbale, laser pointing, water cannoning, collision dan sampai menyebabkan luka yang cukup serius bagi prajurit angkatan laut Filipina. Andreas Aditya berharap ide-ide segar dapat diangkat dari workshop ke ASEAN dan ide segar tersebut dapat lahir dari kolaborasi antara Kemenlu, Universitas dan Civil Society. Beberapa isu yang berkembang baru-baru ini dapat mengisi ruang-ruang pada SCS workshop antara lain deepseabed mining, BBNJ, Fisheries Subsidies Agreement dan Plastic Treaty
Terdapat beberapa hal penting yang diangkat dalam diskusi kedua tersebut. Pertama, SCS Workshop adalah wadah penting dari warisan Prof. Hasjim Djalal yang mendukung dialog dan diskusi antar berbagai negara. Kedua, SCS Workshop, meskipun merupakan forum sederhana, berpotensi menjadi forum yang substantial dalam mengangkat berbagai isu di Laut Cina Selatan, seperti keamanan dan lingkungan maritim.