[Siaran Pers] Keamanan Maritim: Kunci Tercapainya Target Ekonomi Laut Berkelanjutan

Seminar “Maritime Security for a Sustainable Economy” di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat pada 30 April 2024.

Siaran Pers Bersama Kedutaan Besar Norwegia,

JAKARTA, 3 Mei 2024 – Indonesia dan Norwegia merupakan negara maritim yang memainkan peran penting dalam aksi global menuju ekonomi laut yang berkelanjutan (sustainable ocean economy). Dalam rangka mencapai target-target pembangunan ekonomi tersebut, keamanan maritim menjadi bagian penting yang tak terpisahkan.

Kedua negara ini juga merupakan anggota pertama dari Panel Tingkat Tinggi untuk Ekonomi Kelautan Berkelanjutan (High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy) yang secara aktif mengadvokasi tindakan kolektif mengelola 100% wilayah laut masing-masing negara secara berkelanjutan.

Guna menyeimbangkan prioritas ekonomi dengan kebutuhan ekologi dan sosial, Indonesia telah menerbitkan Visi Ekonomi Biru 2045 yang menetapkan tiga target utama, yaitu: perlindungan 30% keanekaragaman hayati laut, peningkatan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sektor maritim sebesar 15% dan sektor maritim menyumbang 12% lapangan kerja.

Demi mencapai ketiga target tersebut, keamanan maritim Indonesia perlu diperkuat. Wilayah maritim yang aman bukan hanya bertujuan untuk mempertahankan kedaulatan negara, tetapi juga turut menjamin perlindungan lingkungan laut, keselamatan dan keamanan manusia, serta pembangunan ekonomi yang stabil.

Norwegia dan Indonesia menjalin kerja sama yang erat dan meluas di berbagai bidang terkait keamanan maritim dan ekonomi biru, seperti pengelolaan berkelanjutan, pengelolaan laut, dan pengawasan (surveillance).

Guna mengeksplorasi soal pentingnya kontribusi keamanan maritim terhadap pencapaian ekonomi biru yang berkelanjutan, Kedutaan Besar Norwegia dan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menggelar Seminar bertajuk “Maritime Security for a Sustainable Economy”. Seminar terselenggara di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat pada 30 April 2024.

Seminar ini menyoroti praktik terbaik dan pembelajaran dari upaya kedua negara dalam memperkuat keamanan maritim untuk mencapai target ekonomi biru. Seminar juga membahas peran lembaga non-pemerintah, seperti kelompok penelitian dan sektor swasta, dalam memberikan solusi guna memperkuat strategi keamanan maritim.

Pengamanan Yang Lebih Baik

Mengawali sambutan kunci, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang juga merupakan Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, TB Haeru Rahayu menyatakan Indonesia turut mengimplementasikan konsep ekonomi biru.

Konsep ekonomi biru yang diusung KKP berlandaskan pada lima pilar: (1) perluasan kawasan konservasi laut; (2) pengendalian penangkapan ikan; (3) penguatan budidaya

perikanan–pemasok protein bagi manusia; (4) pengelolaan pulau-pulau kecil; dan (5) lautan bebas sampah

“Ketika kita melestarikan ekologi, kita menempatkan ekologi sebagai panglima dan generasi berikutnya juga dapat bertahan,” kata Haeru.

Guna melestarikan ekologi lewat konsep ekonomi biru, KKP “mengimplementasikan sejumlah instrumen, termasuk monitoring dan penegakan hukum.”

Merespons pernyataan Haeru soal melestarikan ekologi, Chief Executive Officer Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Mas Achmad Santosa mengatakan ruang hidup yang aman bagi umat manusia saat ini berada dalam kondisi kritis.

Menyitir kajian ilmuwan Johan Rockström, Mas Achmad menyatakan Bumi telah melampaui enam dari sembilan batasan planet (planetary boundaries).

Enam pelampauan batas itu adalah perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, aliran nitrogen dan fosfor ke ekosistem alami, alih fungsi lahan, polusi kimia sintetis, dan perubahan air tawar.

Pada saat yang sama, Laporan Global Stocktake for the Paris Agreement yang diluncurkan pada COP-28 di Dubai pada Desember 2023 menyebutkan Bumi sudah keluar jalur dari target 1,5° Celcius.

“Jika kita terlambat mengambil tindakan, maka akan terjadi gangguan yang tidak dapat diubah sekaligus tak terhindarkan,” kata Mas Achmad.

Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Norwegia, Andreas Kravik mengingatkan laut belum terlepas dari Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing dan perdagangan manusia yang terindikasi sebagai kejahatan transnasional.

“Kita membutuhkan pengaman yang lebih baik bagi orang-orang yang menggantungkan hidup dari laut dan demi kesehatan laut itu sendiri,” katanya.

Sementara, Norwegia adalah negara maritim yang memiliki teknologi maritim baru dan ramah lingkungan yang mumpuni. Penghormatan dan pemajuan hukum internasional, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), merupakan bagian integral dari kebijakan luar negeri Norwegia.

Tempat Yang Aman Bagi Semua

Seminar “Maritime Security for a Sustainable Economy” mengetengahkan diskusi panel bertajuk

“Ways to Improve Maritime Security to Support Sustainable Blue Economy Targets.”

Diskusi menghadirkan lima pembicara lintas pemangku kepentingan terkait keamanan maritim.

Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas, Mohamad Rahmat Mulianda mengatakan keamanan maritim merupakan prasyarat pembangunan ekonomi biru yang berkelanjutan. Keamanan maritim yang kuat “turut mengurangi ancaman terhadap proteksi sumber daya laut.”

Perlindungan terhadap ancaman. Katanya, perlu diperkuat lewat penegakan hukum dan peraturan maritim, patroli dan pengawasan, dan pelarangan kegiatan ilegal.

Sementara Panglima Komando Armada TNI AL, Laksamana Madya TNI Denih Hendrata mengingatkan kaitan antara keamanan maritim dan kesejahteraan masyarakat yang bergantung dari laut.

“Ibarat dua sisi koin, keamanan maritim sangat penting dan vital lantaran terkait erat dengan kesejahteraan. Dan sebaliknya, kesejahteraan sangat erat dengan keamanan,” katanya.

Ia mengingatkan perspektif keamanan maritim tak dapat dilihat hanya keamanannya saja, melainkan juga lingkungan laut itu sendiri–yang harus sehat, aman, dan bersih.

Laut, kata Denih, “Harus terlindungi dan dikonservasi, baik yang hidup maupun tak hidup. Laut harus menjadi tempat yang aman bagi semua.”

Deputi Bidang Operasi dan Latihan Badan Keamanan Laut,RI, Laksamana Madya TNI Andi Abdul Azis merekomendasikan tiga strategi guna memperbaiki tata kelola ekonomi kelautan berkelanjutan.

Pertama, optimalisasi peraturan perundangan yang mengatur tata kelola dan implementasi pemanfaatan teknologi. Kedua, sistem informasi maritim nasional yang terintegrasi, dan pertukaran informasi untuk big data warehouse. Ketiga, membangun struktur dan tata kelola keamanan maritim secara kolaboratif yang didukung teknologi tinggi.

Diskusi turut menghadirkan Vice President of Space and Surveillance, Kongsberg Satellite Services (KSAT), Arne Gjennestad. Kongsberg beroperasi selama 200 tahun di 40 negara. “Kemampuan terbaik kami adalah kapasitas teknologi pengawasan maritim,” kata Arne.

Cakupan teknologi berbasis satelit perusahaan itu “sangat cepat dan mencakup seluruh perairan, termasuk perairan Indonesia, yang dapat dimanfaatkan untuk memperkuat keamanan maritim.”

Sementara itu Presiden Ocean Policy Research Institute sekaligus Executive Director Sasakawa Peace Foundation, Hide Sakaguchi, menyatakan keamanan maritim merupakan prasyarat ekonomi kelautan berkelanjutan dan menekankan pentingnya kerjasama regional Asia untuk bersama-sama menjaga wilayah maritim.

“Banyak isu kelautan berasal dari Asia,” katanya melanjutkan, “sehingga kami memiliki kepentingan untuk mendorong perbaikannya.” Pernyataan Hide merujuk pada keberadaan organisasinya sebagai think tank berbasis di Jepang, suatu negara yang mencatatkan 30% penangkapan ikan di perairan mereka diperoleh dari cara-cara penangkapan ilegal.

Ia mengingatkan pentingnya penyebarluasan literasi kelautan hingga level organisasi advokasi dan akademisi. Melalui pemberian beasiswa kepada generasi muda, Sasakawa Peace Foundation mengambil peran dalam penguatan literasi kelautan. “Sasakawa Peace Foundation berharap “pendidikan kelautan dapat disebarluaskan hingga level organisasi advokasi dan akademisi.