JAKARTA, 22 November 2024 – Selama Juni 2024 hingga Oktober 2024, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) melakukan melakukan deteksi dan analisis terhadap beberapa bentuk ancaman keamanan maritim di Wilayah Perairan dan Yurisdiksi Indonesia. Pada tanggal 22 November 2024, IOJI menyelenggarakan Diskusi Keamanan Laut bersama berbagai pakar yang meliputi diskusi terkait: (i) dugaan praktik penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (illegal, unreported and unregulated/IUU fishing) yang dilakukan oleh kapal ikan berbendera asing (KIA); (ii) keterbatasan implementasi Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing (PSMA) di Indonesia; (iii) pelanggaran jalur pelayaran oleh oleh kapal riset berbendera asing di wilayah perairan Indonesia; dan (iv) pergerakan kapal China Coast Guard (CCG) di Laut Natuna Utara (LNU).
Terkait dugaan illegal fishing, IOJI memantau selama April 2024 hingga Oktober 2024 terjadinya pergeseran wilayah operasi KIA Vietnam dan kapal-kapal penjaga Vietnam (Vietnam Fisheries Resources Surveillance/VFRS) ke arah utara (menjauh) dari garis Landas Kontinen Indonesia-Vietnam, meskipun masih di dalam wilayah overlapping claims ZEE Indonesia-Vietnam, yang mana perundingannya diberitakan selesai pada 22 Desember 2022 yang lalu. “Perubahan ini merupakan indikasi mungkin sudah terjadi pastinya perbatasan dengan Vietnam.” Ujar Imam Prakoso, senior analyst IOJI. Ia lanjutkan, “Tapi masih perlu diklarifikasi oleh tim perunding batas maritim.” Di sisi lain, IOJI mendeteksi beberapa KIA Vietnam yang masih beroperasi jauh di area sebelah selatan garis Landas Kontinen Indonesia-Vietnam yang jelas-jelas merupakan area ZEE Indonesia (non-sengketa). Hal tersebut sangat merugikan nelayan-nelayan lokal Natuna.
IOJI menyorot bahwa RUU Batas ZEE Indonesia-Vietnam saat ini sudah di tahap penyelarasan, namun tidak ada informasi terbuka yang dapat diakses oleh masyarakat mengenai naskah akademik RUU tersebut. Hal ini bertentangan dengan Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 jo. UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menentukan bahwa “masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan”.
Terkait penerapan ketentuan PSMA di pelabuhan Indonesia, IOJI mengamati bahwa meskipun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah menetapkan empat pelabuhan pelaksana (designated ports) PSMA, masih terdapat sejumlah kapal penangkap dan pengangkut ikan asing yang masuk ke pelabuhan-pelabuhan di luar designated ports. Berlabuhnya sejumlah KIA tersebut di pelabuhan yang tidak menerapkan PSMA menjadi celah bagi kapal ikan asing terduga pelaku IUU fishing untuk mengakses pelabuhan Indonesia.
Pada faktanya, designated ports di Indonesia sangat terbatas, dan dari empat designated ports tersebut, hanya PU Benoa di Bali yang rutin melaksanakan ketentuan PSMA karena secara berkala dikunjungi oleh KIA. Sayangnya, hukum Indonesia memang tidak mewajibkan pelabuhan yang bukan merupakan pelabuhan pelaksana PSMA untuk melakukan pemeriksaan terhadap KIA secara rinci sesuai standar PSMA.
Selain itu, IOJI juga mengamati ancaman keamanan laut dari kegiatan sebuah kapal riset milik Pemerintah Tiongkok bernama Bei Diao 996 (IMO 9927328). Bei Diao merupakan kapal riset jenis catamaran terbesar di Tiongkok yang digunakan untuk melakukan uji coba komprehensif terhadap peralatan riset laut dalam. Kapal ini beroperasi di dekat garis ZEE Indonesia yang berbatasan dengan Samudera Hindia, di sebelah barat daya Selat Sunda, dan dalam perjalannya kembali ke Tiongkok, kapal ini melewati Selat Sunda dan terdeteksi keluar dari koridor ALKI-I. Hal tersebut melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan. Tidak ada pemberitaan kapal tersebut dihalau oleh instansi patroli Indonesia seperti yang pernah sebelumnya terjadi pada kapal riset Tiongkok Yuan Wang 5 yang menyimpang dari koridor ALKI-I di tahun 2022 yang lalu.
Sebuah kapal China Coast Guard juga terdeteksi masuk ke wilayah LNU. Deteksi AIS pada 19 Oktober 2024, CCG 5402 terpantau masuk ke LNU lalu membayang-bayangi (shadowing) kegiatan survei seismik eksplorasi migas PT Pertamina yang saat itu menggunakan kapal berbendera Norwegia bernama Geo Coral.
Kehadiran CCG 5402 direspon oleh Pemerintah RI dengan mengirimkan Kapal Bakamla KN Tanjung Datu 301 dan KN Pulau Dana 323 secara bergantian untuk menghalau CCG 5402. Selain Bakamla, dua kapal TNI AL yaitu KRI Bontang dan KRI Sutedi Senoputra juga terlibat.
CCG 5402 di LNU berkaitan erat dengan klaim sepihak Tiongkok atas ‘nine-dash line’ yang telah dinyatakan tidak sah menurut hukum internasional UNCLOS 1982 oleh The Arbitral Tribunal of the Permanent Court of Arbitration (PCA) pada tahun 2016. Banyak negara, termasuk Indonesia, juga telah menyampaikan keberatan mereka atas ‘nine-dash line’ pada tahun 2020, yaitu Filipina, Vietnam, Amerika Serikat, Indonesia, Australia, Malaysia, Perancis, Jerman, dan Inggris. sebaiknya Indonesia tidak perlu menindaklanjuti joint development dengan Tiongkok.Sebagaimana senior advisor IOJI, Grace Gabriella Binowo, sampaikan, “Indonesia me-recognize arbitral award yang sudah dijatuhkan, diputuskan, pada tahun 2016. Kita secara yakin tidak memiliki overlapping claims dengan Tiongkok.”
Pandangan Narasumber tentang Ancaman Keamanan Laut
Dr. Dave Akbarshah Fikarno Laksono, M.E., Wakil Ketua Komisi I DPR RI, menyampaikan bahwa memang isu illegal fishing dan PSMA asing di masyarakat, sosialisasi diperlukan.
Dave Akbarshah menerangkan dalam paparannya bahwa fokus utama PSMA ini adalah membatasi akses kapal perikanan ilegal ke pelabuhan dan mencegah hasil tangkapan ilegal masuk ke pasar global dengan meningkatkan transparansi. Hal tersebut sangat penting apalagi mengingat berharganya industri perikanan pada pendapatan negara.
Menurutnya, terdapat lima tantangan besar dalam penerapan PSMA: Pertama, terdapat keterbatasan sumber daya seperti personil, peralatan, infrastruktur dan teknologi. Kedua, menambah terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang ada, terdapat juga keterbatasan dalam kemampuan SDM, aparat harus memiliki pemahaman teknis terkait inspeksi kapal, verifikasi dokumen, atau identifikasi alat tangkap ilegal. Ketiga, penegakan hukum prosedur Indonesia cenderung lemah, prosedur seringkali memakan waktu yang lama, dan dapat mengurangi efek jera terhadap pelaku illegal fishing. Keempat, terdapat isu perpindahan pelabuhan oleh pelaku IUU fishing yang memanfaatkan pelabuhan kecil atau negara yang tidak meratifikasi PSMA. Terakhir, lemahnya koordinasi antar instansi sering kali menyebabkan tumpang tindih kewenangan atau penanganan kasus yang tidak efektif.
Selain kerugian ekonomi, Dave Akbarshah juga menyorot kerusakan ekosistem akibat aktivitas IUU fishing yang dapat merusak populasi ikan. “PSMA akan membantu keanekaragaman hayati laut dan menjaga ekosistem, dan sangat penting untuk sumber daya perikanan. Penerapan PSMA bisa membantu melindungi mata pencaharian komunitas nelayan yang sah.” Ia sampaikan.
Direktur Kepelabuhan Perikanan KKP RI, Ir. Tri Aris Wibowo, M.Si, mengatakan bahwa KKP senang dengan adanya informasi terkait dengan dugaan dan fakta-fakta yang disampaikan. Terkait banyaknya KIA yang tidak merapat ke pelabuhan PSMA, ia mengakui bahwa pada faktanya, Pemerintah RI menunggu laporan pelaku usaha atau pemilik kapal untuk perizinan melalui mekanisme PSMA, dan bahwa mungkin selama ini pihak KKP belum cukup mensosialisasikan ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam rangka penerimaan kapal asing ke pelabuhan non-perikanan. Tri Aris setuju bahwa jumlah pelabuhan PSM sebaiknya diperbanyak, namun belum terjadi koordinasi antara pihak lainnya terkait hal tersebut.
Terdapat beberapa strategi kolaborasi terkait implementasi PSMA ke depannya agar PSMA secara lebih menyeluruh memberantas illegal fishing di seluruh Indonesia. Capt. Hendrikus Suprapto, Port State Control Officer (PSCO) dari Kemenhub, menjelaskan bahwa ketika sebuah KIA masuk ke pelabuhan umum, ada persyaratan dari Dit. Perhubungan Laut untuk mengeluarkan izin agar KIA tersebut bisa masuk. Apabila dia tidak mengurus itu, maka UPT seperti KSOP akan menolak dan akan memproses mereka karena mereka masuk tanpa izin. Selain itu, Kemenhub juga melaksanakan patroli dalam rangka memperkuat implementasi PSMA.
KKP juga menjelaskan bahwa sinergitas antara KKP dan Kemenhub sedang dipertingkatkan dengan adanya MoU. Mengingat concern IUU fishing, MoU tersebut dapat mengikat sinergi antara kedua kementerian tersebut tanpa menghalangi terlaksananya Port State Control (PSC).
Selain itu, Capt. Hendrikus menjelaskan lebih lengkap mengenai tugas dan kewenangan PSC. Hendrikus menanggapi bahwa Dit. KPLP hanya menjalankan kewenangan negara sesuai UNCLOS dan konvensi internasional lainnya seperti SOLAS di wilayah DLKp dan DLKr di pelabuhan. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang PSCO memeriksa kelaiklautan kapal, seperti keselamatan, pencegahan pencemaran, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum, manajemen keselamatan kapal, serta pemenuhan persyaratan lainnya sesuai konvensi yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
Jika kapal tersebut sudah memenuhi semua persyaratan kelaiklautan, PSCO akan melakukan verifikasi lebih lanjut, initial inspection, apabila kapal tersebut akan berhenti di pelabuhan lain. Namun, jika kapal tidak memenuhi persyaratan kelaiklautan, PSCO akan mengecek sistem Asia Pacific Computer System untuk melanjutkan initial inspection.
Perihal rezim PSC, Capt. Hendrikus mengakui bahwa perlu ada sinergi antara PSMA dan PSC. Ia berpendapat bahwa lebih baik kalau di pelabuhan umum dilakukan joint inspection dari PSMA dan syahbandar sebagai port authority, agar tidak terjadi pemeriksaan berulang dan ada pertukaran data dan informasi ketika kapal ikan masuk ke pelabuhan umum.
Dari sisi arah legislasi keamanan laut terkait RPJPN dan transformasi kelembagaan, Dave Akbarshah mengatakan bahwa Komisi I DPR RI membahas Bakamla sebagai penjaga keamanan di wilayah kelautan. “Selama ini ada tumpang tindih antara KKP, Bea Cukai, Bakamla, TNI Laut, belum lagi Polairud. Bila mana UU Kamla ini disahkan dan diselesaikan, ini akan memperjelas fungsinya masing-masing seperti apa.” Dave jelaskan.
Berkaitan dengan CCG dan LNU, Dave beranggapan bahwa dengan atau tanpa joint statement Indonesia-Tiongkok yang dikeluarkan 10 November yang lalu, kapal Tiongkok “akan selalu mencari celah untuk masuk.” Andreas A. Salim, senior advisor IOJI, juga menambahkan bahwa pada faktanya, CCG tidak melintas, dan masuk lagi setelah sudah diusir. Hal tersebut merupakan sebuah ancaman ril atas keamanan laut.
Grace Binowo menimbang kerugian Indonesia dan keuntungan Tiongkok dari isu nine-dash line dalam joint statement Indonesia-Tiongkok. “It takes two to tango,” ujarnya. “Ketika kita mengindahkan bahwa ada overlapping claims berarti kita mengakui bahwa Tiongkok mengklaim nine-dash line tersebut.” Grace menekankan bahwa Indonesia harus secara konsisten menjalankan hukum-hukum internasional. Pengakuan secara tidak langsung tersebut menjadi kerugian bagi Indonesia dan celah bagi Tiongkok untuk menggulirkan isu tersebut secara terus menerus. Grace berpendapat bahwa sebaiknya Indonesia tidak perlu menindaklanjuti joint development dengan Tiongkok, sedangkan membangun joint development dengan negara lain yang mana Indonesia memiliki overlapping claims, seperti Vietnam.
Berdasarkan paparan IOJI, dapat disimpulkan bahwa:
- Terjadi perubahan tren wilayah operasi KIA Vietnam dan VFRS di LNU, yaitu semakin bergeraknya kapal-kapal tersebut ke arah utara dari garis LK Indonesia-Vietnam. Perubahan wilayah operasi KIA merupakan pertanda adanya indikasi batas-batas ZEE yang telah disepakati kedua negara. Namun, masih terdapat KIA Vietnam yang beroperasi jauh ke bagian selatan garis LK Indonesia-Vietnam yang merupakan wilayah ZEE Indonesia.
- Terkait pencegahan masuknya produk IUU fishing ke Indonesia, IOJI menilai implementasi instrumen internasional PSMA di Indonesia belum efektif.
- Keamanan maritim di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia juga terganggu akibat aktivitas kapal riset berbendera Tiongkok yang melanggar jalur ALKI.
- Kehadiran CCG yang terdeteksi beroperasi di LNU juga menjadi ancaman maritim. CCG terpantau shadowing kegiatan eksplorasi migas yang dilakukan oleh BUMN Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Tiongkok masih terus menunjukkan kepentingan klaim ‘nine-dash line’-nya meskipun pada tahun 2016 The Arbitral Tribunal of the PCA telah memutuskan bahwa klaim tersebut adalah tanpa dasar.
IOJI merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
- Mengenai ancaman dugaan praktik IUU fishing di wilayah LNU oleh KIA Vietnam dan KIA Tiongkok, Pemerintah RI harus memperkuat sistem keamanan maritim nasionalnya, dimulai dari penguatan sistem informasi terintegrasi dan aset patroli terkoordinasi di seluruh wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia, termasuk LNU. Kondisi laut yang aman tentu akan mendukung peningkatan kesejahteraan nelayan Indonesia. Pergeseran KIA Vietnam perlu ditindaklanjuti oleh Pemerintah RI dengan menegaskan batas-batas ZEE yang telah disepakati dengan Pemerintah Vietnam. Selain itu, Naskah Akademik RUU Batas ZEE Indonesia-Vietnam perlu segera dipublikasikan kepada masyarakat agar menjamin asas keterbukaan informasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
- Mengenai ancaman aktivitas kapal riset berbendera Tiongkok yang keluar jalur ALKI-I, Pemerintah RI perlu secara tegas memberikan peringatan kepada kapal serta negara bendera kapal tersebut. Terkait aktivitas riset kapal asing, Pemerintah RI perlu meningkatkan koordinasi di antara kementerian sektoral dan lembaga riset pemerintah agar kegiatan penelitian dan survei dapat dilakukan sesuai aturan yang berlaku dan tidak menimbulkan ancaman bagi kedaulatan Indonesia.
- Mengenai implementasi ketentuan PSMA di Indonesia, Pemerintah RI, dalam hal ini KKP, perlu menetapkan lebih banyak designated ports. Oleh karena itu, KKP dan Kemenhub perlu saling bekerjasama agar ketentuan PSMA diterapkan secara wajib bagi setiap KIA yang masuk ke seluruh pelabuhan manapun di Indonesia (baik pelabuhan perikanan maupun pelabuhan umum). Para narasumber pun juga mendukung sinergi dan koordinasi antara lembaga.
- Mengenai aktivitas CCG di wilayah ZEE Indonesia, tindakan Pemerintah RI mengirim kapal Bakamla dan TNI AL merupakan tindakan yang tepat dan secara konsisten harus terus dilakukan. Konsistensi Pemerintah RI baik dengan cara menghalau keberadaan CCG maupun melalui jalur diplomatik menunjukkan persistent objection Indonesia terhadap klaim sepihak ‘nine-dash line’.
- Dalam rangka memperkuat sistem keamanan maritim nasional, Pemerintah RI perlu segera melakukan sinkronisasi dan harmonisasi berbagai peraturan perundang-undangan terkait, yang dapat dimulai dengan penyelarasan norma mengenai pertukaran data dan informasi serta pengelolaan sistem informasi di berbagai Undang-Undang dan peraturan pelaksana, dalam rangka menciptakan sebuah common operating picture bagi instansi-instansi keamanan laut di Indonesia.
Imam Prakoso menutup Diskusi Keamanan Laut tersebut. “Apa yang kami laksanakan selama ini dalam rangka melaksanakan deteksi ancaman laut adalah bagian dari partisipasi masyarakat yang dijamin dalam Pasal 31 PP 12/2022. Jadi siapapun masyarakat yang melihat ancaman laut wajib melaporkan ke pemerintah. Ini peran yang bisa kami ambil membantu pemerintah memberikan informasi yang bermakna, meningkatkan koordinasi antar instansi patroli, yang diharapkan dapat ditindaklanjuti.”
Narahubung: Imam Prakoso – Senior Analyst (imam@oceanjusticeinitiative.org)
DOWNLOAD DOCUMENT